Sabtu, 17 Maret 2012

Melukis Bersama Victoria & Autistic Children

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku. Hingga saat ini kepastian mengenai autisme belum juga terpecahkan. Padahal, perkembangan jumlah anak autis sekarang ini kian mengkhawatirkan. Di Amerika Serikat, perbandingan anak autis dengan yang normal 1:150, sementara di Inggris 1:100. Indonesia belum punya data akurat mengenai itu. (Sumber : Kompas Health)

Salah satu mitos tentang autisme yang paling menyedihkan adalah miskonsepsi bahwa anak dengan autisme tidak dapat memberi dan menerima afeksi dan kasih sayang. Stimulasi sensoris diproses secara berbeda oleh beberapa anak dengan autisme, menyebabkan mereka memiliki kesulitan dalam menunjukkan afeksi dalam cara yang konvensional. Memberi dan menerima kasih sayang dari seorang anak dengan autisme akan membutuhkan penerimaan untuk menerima dan memberi kasih sayang sesuai dengan konsep dan cara anak.

Anak dengan autisme pada dasarnya ingin berinteraksi secara sosial tetapi kurang mampu mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif. Mereka sering kali sangat peduli tetapi kurang mampu untuk menunjukkan tingkah laku sosial dan berempati secara spontan. Anak dengan autisme dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi jika mereka menerima pelatihan yang dikhususkan untuk mereka. Keterampilan bersosialisasi pada anak dengan autisme tidak berkembang dengan sendirinya karena pengalaman hidup sehari-hari.

Anak dengan autisme tidak dapat sembuh. Meski demikian, banyak anak dengan simtom autisme yang ringan, seperti sindrom Asperger, dapat hidup mandiri dengan dukungan dan pendidikan yang tepat. Anak-anak lain dengan simtom yang lebih berat akan selalu membutuhkan bantuan dan dukungan, serta tidak dapat hidup mandiri sepenuhnya.

Untuk itu, diperlukan suatu diagnosis yang tepat dan benar untuk seorang anak dikatakan sebagai autisme. Setelah mendapatkan diagnosis yang tepat, anak tersebut dapat melakukan suatu terapi. Anak dengan autisme dapat dibantu dengan memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Memang tidak ada terapi khusus yang efektif untuk menyembuhkan anak autis. Tetapi, dengan memahami karakteristik dan menggali potensi yang dimiliki, kesulitan anak autis bisa dikurangi dan potensinya bisa dikembangkan agar mereka dapat hidup lebih mandiri.
Memiliki anak autis tidak selamanya berarti dunia seakan runtuh. Pandangan ini antara lain karena sebagian besar orangtua dengan anak autis terlalu menfokuskan perhatian mereka pada kelemahan yang dimiliki anak, akibatnya, potensi tidak tergali secara maksimal.

Sebagian orangtua juga sering terlambat mendeteksi kekurangan anak karena hanya mengandalkan pusat-pusat terapi untuk mengatasi masalah yang dialami, dan kurang menggali alternative pengembangan individual dan pengembangan potensi. Padahal jika deteksi dini dilakukan, stimulasi bisa segera diberikan untuk mengatasi kekurangan sekaligus untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, maka hasilnya akan lain. Nyatanya, dengan penanganan sedini mungkin, tidak sedikit individu dengan autism berhasil mengatasi masalah dan mengembangkan bakatnya.

ART THERAPY
Salah satu terapi pelengkap untuk mengembangkan potensi pada anak autis yang saat ini mulai popular di Indonesia adalah art therapy (terapi seni), yaitu terapi atau latihan pendisiplinan diri melalui media kesenian, yaitu menggambar, melukis, membuat patung dari tanah liat atau berlatih music. Termasuk dalam kategori art therapy adalah melihat dan mempelajari obyek lukisan dan foto (visual tools).

Terapi seni dapat menolong pasien penderita autism sesuai karakteristik setiap anak, seperti membantu meningkatkan kecakapan komunikasi, mengembangkan perasaan dan emosi, membantu mengembangkan hubungan social serta melatih respon inderawi. Ini dimungkinkan karena anak-anak autis bukan tanpa potensi, mereka memiliki bakat dan kecakapan akademis yang bisa dikembangkan. (http://www.autisme-society.org)

Di luar potensi umum yang dimiliki, beberapa anak autis memiliki kecakapan atau kecenderungan khusus misalnya pada bidang numerical (angka), lainnya memiliki kecenderungan atau potensi auditif (pendengaran), ada juga yang memiliki potensi di bidang visual (penglihatan) dan taktil (sentuhan).
Dengan memahami karakteristik dan potensi tersebut, seorang terapis terbantu dalam memperbaiki gangguan kesulitan yang dialami dan dapat menggali potensi yang terpendam. Itulah mengapa terapi seni, baik melukis atau latihan vocal, dapat dimasukkan sebagai bagian ari stimulasi untuk melengkapi (adjuvant) terapi lain.
Setidaknya ada tiga manfaat art therapy bagi anak autis, yaitu;

1. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi
Art Therapy dapat membantu menstimulasi bagian otak yang tidak berkembang dan membantu anak autis dalam mengekspresikan kecakapan non verbal. Saat anak autis sedang melukis atau menggambar misalnya, sesungguhnya dia sedang berkomunikasi dengan menggunakan symbol. Proses ini dapat membantu mengembangkan kecakapan komunikasinya secara langsung, serta membantu dalam mengelola proses berpikir.
Secara bersamaan, sang terapis juga dapat lebih focus dalam mengeksplorasi kecakapan berkomunikasi anak dengan memanfaatkan beberapa teknik tertentu, seperti memberi tugas menggambar dengan mencontoh atau melukis sesuai arahan terapis. Anak dengan autisme akan merespon tugas yang diberikan terapis lewat perubahan sikap dan karya lukisannya. Metode ini juga dapat melatih anak untuk lebih focus dan dapat terlibat secara langsung dalam proses interaksi dengan orang lain.

Saat terapis membangun hubungan dengan pasien autis itulah pasien mulai mengembangkan kemampuan menyimpan dan menambah pengalaman barunya. Itulah cara kerja dan proses komunikasi dalam terapi seni, yaitu dengan menciptakan suasana positif yang sangat baik dan menyehatkan. Cara ini juga bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan membantu memperbaiki perkembangan emosi anak autis.
Anak autis juga cenderung lebih mudah diarahkan oleh terapis yang bisa menciptakan rasa aman dan nyaman serta bisa menjalin hubungan sesuai karakteristik setiap anak. Jika anak autis dapat merasakan pengalaman yang nyaman selama proses terapi berjalan, maka ia akan mudah diarahkan.

2. Mengembangkan Perasaan Anak Autis
Art therapy juga bermanfaat untuk membantu mengembangkan perasaan dan emosi anak autis. Karena anak autis tidak memiliki emosi dan perasaan yang stabil, lewat melukis atau menggambar, terapis dapat melatih cara mengekspresikan perasaan lewat kegiatan menggambar atau melukis. Latihan ini juga berguna untuk melatih daya tahan atau keuletan dan kesabaran pasien dalam menyelesaikan suatu tugas seni selain membantu memperbaiki ekspresi dan perasaannya.

3. Melatih Koordinasi Sistem Saraf
Koordinasi system saraf pada anak autis adalah salah satu aspek penting. Penggunaan metode multi sensory dapat membantu mengintergrasikan atau mengkoorinasikan perasaan anak autis, seperti mendengar dan menyentuh. Misalnya, dengan memainkan tangga nadan dengan alat-alat music, atau berlatih menyanyi secara periodic pada sesi terapi yang berbeda.


Meskipun memiliki kesulitan-kesulitan sesuai dengan karakteristik individual anak, anak autis juga dapat mengembangkan keterampilan komunikasi dan kepekaan sensorik mereka selama proses terapi berlangsung. Sesuai dengan keunikan dan karakteristik masing-masing, anak-anak autis juga dapat melakukan interaksi yang positif dengan terapis selama terapi berlangsung. Lewat mekanisme ini, seiring dengan pertumbuhan pola piker dan sikap emosionalnya, sikap negative anak autis pun akan berkurang. (Sumber : www.sweetpearls.com)



Mengetahui fakta-fakta di atas, seorang pelukis asal Rusia, Victoria Renaux Abdoulaeva merasa tergerak untuk melatih melukis anak-anak autis. Dibantu oleh perkumpulan suku batak di Jakarta, Darapati, Victoria mengumpulkan 140 orang anak autis untuk melakukan sesi melukis bersama. Setiap sesinya, Victoria mengajak 5 orang anak. Sehari 2 sesi melukis selama 14 hari, dilakoni Victoria, mulai dari tanggal 2 - 15 Maret 2012 di Galeri Nasional, Jakarta.


Dengan bermodal kanvas dan cat arcrilic, Victoria menemani dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus tersebut melukis. Anak-anak, diberi kebebasan melukis apapun yang mereka mau. Kebanyakan dari mereka hanya melukiskan campuran warna-warna abstrak saja. Hebatnya, Victoria mengerti arti lukisan anak-anak autis tersebut. Victoria pun bisa memberikan informasi kepada orang tua, apakah anak mereka punya bakat seni, apa yang dibutuhkan oleh sang anak, ataupun perasaan yang sedang dirasakan oleh sang anak. Menurut Victoria, "Happiness is the best medicine for autistic children."


Victoria memang bukan kali ini saja melibatkan anak-anak dalam dunia lukisnya, anak-anak normal, maupun anak-anak berkebutuhan khusus seperti autis dan down sindrom. Kepeduliannya terhadap anak-anak, membuat pelukis yang pernah 5 tahun tinggal di Bali serta 3 tahun di tanah batak ini, ingin memberikan kebahagiaan pada anak-anak, terutama anak-anak autis. Menurutnya, anak-anak memberinya inspirasi dan energi yang besar bagi lukisannya. Selain menggelar sesi melukis bagi anak-anak autis, Victoria juga menggelar pameran lukisannya di Galeri Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar